CERPEN
Oleh: Silviani Mareta, X4
Pagi itu langit terlihat begitu gelap. Seakan-akan matahari tak akan memancarkan sinarnya dan mengucapkan selamat pagi pada dunia. Aku terbangun dengan ogah-ogahan. Seperti biasa, ketika hujan aku senang memandangi tetesan air yang turun dari langit. Tetesan-tetesan seperti kebahagiaan yang Tuhan berikan kepada kita. Tetesan-tetesan yang membuat kita bertanya-tanya “Dari mana air ini? Apakah Tuhan lagi mandi di atas sana dan airnya turun ke bumi?”. Hanya ada satu jawaban yang pasti, “Gak mungkin banget siiih..!!!”, aku hanya bisa tertawa jika teringat pertanyaan Budi kala itu.
Ketika aku melihat jam, ternyata sudah menunjukkan pukul 06.30 wib. Sesegera mungkin aku bangkit dan membereskan tempat tidurku. Sebagai anak kos, gak ada banyak hal yang aku kerjakan di pagi hari. Setelah selesai mempersiapkan segala sesuatunya, aku pun berangkat dengan menggunakan payung sebagai pelindung dari terpaan air hujan.
Di tengah perjalanan aku mendengar suara motor yang berhenti di belakangku. Tapi aku gak ada niat sedikitpun untuk melihat itu siapa. Gak lama kemudian, aku merasa ada yang menepuk bahuku. Dengan suara basnya dia menyapaku, “Pagi, aku numpang payungmu ya.” katanya.
Dengan masih terbengong-bengong aku menatapnya. Dengan jarak yang begitu dekat ini aku dapat melihat dengan jelas lekuk-lekuk wajahnya. Mata yang indah dengan bola mata yang hitam dan pekat, hidung yang mancung, bibir yang merah, dan dagu yang kokoh semakin memperlihatkan kegantengannya. Di tengah lamunanku rasanya ada yang mengguncang-guncang bahuku. Dengan sedikit gugup aku menjawab, “I….i….iya.” Dia tersenyum, oohhh sooo sweeeet……
“Makasih ya, namaku Hendro, aku kelas Xl S2, nama kamu siapa?”
“Ohh, namaku Via”, balasku.
“Kelas berapa?”
“Kelas X4”
Kami berdua lalu ngobrol sepanjang jalan. Nggak terasa waktu berpisah pun tiba, karena kami sudah memasuki gerbang sekolah dan harus masuk ke kelas masing-masing.
“Aku nyampek di sini aja dek, makasih ya atas semuanya, lain kali aku pengin ngobrol-ngobrol lagi sama kamu”.
“Iya”, jawabku.
Waktu berlalu cukup lama, aku kecewa karena Kak Hendro sama sekali tak ada tanda-tanda akan menepati janjinya. Selama ini jika kami bertemu hanya saling menyapa dan melempar senyum.
Saat aku sedang mengulang kembali pelajaran di sekolah tadi, aku mendengar HP-ku berbunyi yang menandakan ada sebuah sms. Ketika aku membaca isi sms tersebut, rasanya seperti mendapat rumah 1 milyar di “Penghuni Terakhir”, mendapat uang 2 milyar di “Super Deal 2 M”, dan bisa mengalahkan 100 mob dan membawa pulang uang 100 juta karena saking bahagianya.
Sms itu dikirim oleh Kak Hendro. Kami pun akhirnya sms-an, bahkan tak jarang Kak Hendro telepon aku. Dia selalu mengucapkan kata-kata manis bahkan menyatakan kalau dia sayang sama aku.
Tapi ternyata, semua itu cuma kebohongan belaka, itu semua cara Kak Hendro buat nyakitin aku. Suatu sore ketika aku sedang main ke rumah temanku, gak sengaja aku liat Kak Hendro jalan sama cewek dan kelihatan mesra sekali. Cewek itu memeluk Kak Hendro dari belakang. Hal itu bahkan lebih parah dari hujan abu Gunung Merapi, banjir di Wasior, tsunami di Mentawai. Rasanya bagaikan sayatan-sayatan pisau yang perlahan-lahan memotong hatiku menjadi bagian-bagian kecil.
Lalu aku mengirim sms ke Kak Hendro, “I know you got a girlfriend, another girl another guy by your side. Someone who hopefully treats you right. But you don’t know how much I wish, I was your girlfriend.”
Seperti tahu maksudku, Kak Hendro pun membalas.
“Aku juga ingin seperti itu, tapi keadaan tidak memungkinkan. Iya memang benar aku sudah punya pacar, tapi aku pengen kamu juga jadi pacar aku. Seandainya aku bisa, sudah aku lakukan sejak pertama kali kita ketemu. Perasaan hangat dan nyaman selalu aku rasakan bila aku dekat denganmu. Tapi, mungkin ini akan jadi yang terakhir. Makasih buat semuanya selama 3 bulan kita deket. Love n Miss You”
Tak terasa butir-butir air menetes deras dari mataku. Perasaan sakit yang begitu mendalam, kecewa, sedih, terluka. Tapi aku sadar, sakit yang aku rasakan sekarang ini bukan semata-mata kesalahan Kak Hendro karena sudah bohongin aku. Ini juga kesalahanku karena aku telah membiarkan cinta ini tumbuh di hatiku.
Aku akan mencoba untuk tegar dan tersenyum walaupun harus tertatih , biarkan aku simpan semua kenangan kami di dalam hatiku, kenangan terindah yang akan selalu kuukir dalam hatiku. Hujan telah mempertemukan aku dan Kak Hendro. Dan hujan air mataku jualah yang menandakan berakhirnya hubungan kami.
He is my first love, forever love…….